Cerpen tentang Kehidupan Sehari-hari di Rumah: Keluarga Kecil Penuh Cinta dan Semangat
Suatu sore yang cerah di kampung Pandu. Budi, anak desa yang berusia 14 tahun, baru saja pulang sekolah. Seperti biasa, dia langsung menyapa ayahnya, Pak Joko, yang sedang asyik ngopi di teras rumah mereka.
Budi: “Pa, aku pulang nih!”
Pak Joko: “Oke, Ndut! Udah belajar belum? Ntar malem ada tes kan?”
Budi: “Iya, Pa. Udah sih, tadi di sekolah udah sempet belajar sama temen-temen. Ntar sore juga mau belajar lagi.”
Sambil ngobrol, mereka berdua melihat ibu mereka, Bu Siti, yang sedang sibuk di dapur. Tampaknya sore ini Bu Siti sedang memasak menu kesukaan keluarga.
Bu Siti: “Ndut, ntar malem kita makan tongseng ya. Biar tambah semangat belajarnya.”
Budi: “Wah, enak banget! Makasih, Bu!”
Selepas itu, Budi bergegas ke kamarnya untuk mengganti pakaian dan bersantai sejenak. Tak lama kemudian, Budi mendengar suara adiknya, Tika, yang baru pulang les.
Tika: “Kak, aku dapet nilai 100 lho di ulangan Matematika! Akhirnya aku bisa ngalahin si Dinda!”
Budi: “Hebat, Dek! Emang kamu pinter. Jangan lupa traktir abang ya ntar.”
Mereka tertawa bersama, lalu Budi membantu adiknya mengerjakan PR. Setelah itu, mereka pun bersiap-siap untuk shalat Maghrib.
Sore berlalu, dan malam pun tiba. Budi, yang sudah siap untuk menghadapi tes besok, bergabung dengan keluarga di ruang keluarga untuk menonton sinetron favorit mereka. Tika, yang senang dengan prestasinya hari ini, duduk di samping ibunya sambil menikmati tongseng yang lezat.
Bu Siti: “Anak-anak, jangan tidur malem-malem ya. Ntar besok bangunnya susah.”
Pak Joko: “Iya, benar. Kalian udah capek seharian, istirahat yang cukup biar besok semangat lagi.”
Mereka pun menghabiskan malam bersama, menikmati kebersamaan dan kehangatan keluarga. Ketika sinetron berakhir, mereka mulai bersiap-siap untuk tidur.
Budi: “Pa, Bu, Tika, met bobo ya. Besok aku harus bangun pagi untuk belajar lagi.”
Pak Joko, Bu Siti, dan Tika: “Met bobo, Ndut! Semoga sukses besok ya.”
Kebersamaan dan kehangatan keluarga itu membuat Budi merasa bahagia. Di tengah kesibukannya sebagai pelajar, dia tetap menemukan waktu untuk bersama keluarga tercinta. Karena baginya, keluarga adalah segalanya, tempat dia mencurahkan cinta dan kasih sayang, serta tempat dia mendapatkan semangat untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Keesokan harinya, matahari terbit dengan indahnya di kampung Pandu. Budi pun bangun pagi, ia bersiap untuk menghadapi tes hari ini. Setelah mandi dan shalat Subuh, Budi duduk di meja belajar, menelaah buku dan catatan-catatan yang sudah ia siapkan semalam.
Bu Siti: “Ndut, sarapan dulu ya biar kuat belajar. Aku masak nasi goreng kesukaanmu, loh!”
Budi: “Wah, makasih banget, Bu! Emang deh, Bu Siti paling the best!”
Setelah sarapan, Budi melanjutkan belajarnya. Tidak lama kemudian, Tika bangun dan bergabung bersama Budi.
Tika: “Kak, aku mau nemenin belajar. Siapa tau ntar ada yang bisa aku bantuin.”
Budi: “Boleh, Dek. Ayo belajar bareng biar makin pinter!”
Mereka pun belajar bersama hingga tiba saatnya Budi berangkat ke sekolah. Dalam hati, Budi merasa senang dan percaya diri. Ia yakin, dengan dukungan keluarga, ia bisa menghadapi tes hari ini.
Di sekolah, Budi bertemu dengan teman-temannya. Mereka saling menyemangati sebelum tes dimulai.
Teman Budi, Andi: “Yuk, Ndut, kita doa dulu sebelum tes. Semoga kita semua lulus dengan nilai bagus, ya!”
Budi: “Aamiin, Andi! Semoga sukses buat kita semua!”
Tes pun dimulai. Budi merasa yakin dengan jawaban-jawabannya. Setelah tes selesai, Budi dan teman-temannya keluar dari kelas dengan wajah ceria.
Teman Budi, Sari: “Ndut, kayaknya tadi tesnya gampang ya? Mudah-mudahan kita dapet nilai bagus!”
Budi: “Iya, Sari. Semoga aja deh kita dapet nilai yang memuaskan.”
Setelah sekolah, Budi pulang ke rumah. Ia merasa lega telah berhasil menyelesaikan tes. Di rumah, ia bercerita tentang pengalamannya kepada keluarga.
Bu Siti: “Alhamdulillah, Ndut. Semoga hasilnya memuaskan ya.”
Budi: “Aamiin, Bu. Makasih, ya, Bu, udah selalu dukung aku.”
Pak Joko: “Kita bangga sama kamu, Ndut. Kamu udah usaha sebaik mungkin, sekarang tinggal pasrah dan bersyukur aja.”
Keluarga itu pun kembali menikmati kebersamaan mereka. Budi merasa bersyukur telah diberikan keluarga yang selalu mendukung dan menyayanginya. Bagi Budi, kebahagiaan sesungguhnya adalah saat bisa menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta.
Beberapa minggu kemudian, hasil tes akhirnya keluar. Budi merasa deg-degan, namun ia yakin dengan usahanya. Dengan langkah mantap, Budi melihat pengumuman hasil tes di papan pengumuman sekolah.
Budi: “Wah, alhamdulillah! Nilai aku bagus-bagus, nih! Pasti Bu Siti dan Pak Joko senang banget!”
Teman-teman Budi juga mendapat nilai yang memuaskan. Mereka pun merayakan kebahagiaan mereka bersama.
Sari: “Ndut, kita berhasil! Semoga ke depannya kita bisa terus berhasil ya.”
Andi: “Ayo kita pulang bareng, traktiran Budi nih. Kan janji mau traktir kalau dapet nilai bagus.”
Budi: “Hahaha, oke deh, gak papa. Kebetulan juga tadi pagi Bu Siti bikin kue, ntar kita makan bareng di rumah aku.”
Mereka pun pulang ke rumah Budi, merayakan kebahagiaan mereka bersama keluarga. Ketika tiba di rumah, Budi langsung bercerita tentang hasil tesnya kepada Bu Siti dan Pak Joko.
Bu Siti: “Alhamdulillah, Ndut! Kami bangga banget sama kamu. Semoga kamu terus sukses ya.”
Pak Joko: “Iya, jangan cepat puas. Terus belajar dan berkembang, Ndut.”
Budi: “Siap, Pa. Makasih udah selalu dukung aku.”
Mereka pun makan kue bersama, menikmati kebersamaan dan kebahagiaan. Tika, yang juga mendapat nilai bagus di sekolahnya, turut bergabung dalam perayaan kecil itu.
Tika: “Kak, aku juga dapet nilai bagus lho. Semoga kita berdua bisa terus sukses ya!”
Budi: “Pasti, Dek. Kita berdua harus jadi kebanggaan Bu Siti dan Pak Joko.”
Malam itu, keluarga Budi kembali merasakan kebahagiaan dan kehangatan. Mereka bersyukur atas pencapaian anak-anak mereka, dan berdoa agar keberkahan selalu menyertai keluarga kecil itu.
Setiap hari, Budi dan keluarganya menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh cinta dan dukungan. Budi tahu bahwa keluarga adalah kekuatan terbesarnya, dan ia akan terus berusaha keras untuk membahagiakan orang-orang yang ia cintai. Karena di dalam keluarga, Budi menemukan arti kebahagiaan yang sesungguhnya.
Baca Juga: